222
Bolehkah Memberi salam kepada non Muslim?
Tanya : Bagaimanakah hukum mengucapkan salam kepada orang non-Muslim ? (kalau sekarang terkenal istilah salam sejahtera, selamat siang dll)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjawab :
Mendahului mengucapkan salam kepada orang non muslim adalah haram dan
tidak boleh. Sebab Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata : “Janganlah kamu memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Apabila kamu bertemu mereka disuatu jalan, maka paksalah mereka kepada
jalannya yang paling sempit.”
Tetapi apabila mereka mengucapkan salam
kepada kita, maka kita wajib menjawabnya, yang didasarkan kepada keumuman firman Allah : “Dan apabila diberi penghormatan dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari
padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).” (QS.
An-Nisa’:86).
Orang Yahudi juga pernah mengucapkan salam kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan ucapan: As-Samu ‘alaika ya
Muhammad!” Padahal as-samu artinya kematian. Berarti mereka mendoakan
mati kepada beliau. Lalu beliau berkata : ?”Sesungguhnya orang-orang
Yahudi mengucapkan: ‘As-samu’alikum’. Apabila mereka mengucapkan salam
kepadamu, maka ucapkanlah: Wa’alaikum’.”
Apabila non-Muslim mengucapkan
salam: As-samu’alaikum, maka kita harus membalasnya dengan ucapan: Wa’alaikum. Perkataan beliau: Wa’alaikum”, merupakan dalil bahwa apabila mereka mengucapkan: ‘As-salaamu’alaikum”, yang berarti pada diri mereka ada keselamatan, maka kita juga membalas dengan ucapan yang sama. Maka sebagian ulama berpendapat apabila orang-orang Yahudi dan nasrani mengucapkan secara jelas: “As-salaamu ‘alikum”, maka kita juga boleh
membalas dengan ucapan: “Alaikum salam”.
Juga tidak boleh memulai ucapan: Ahlan wa sahlan atau ucapan lain yang senada kepada mereka. Sebab di dalam ucapan ini terkandung pemuliaan dan pengagungan terhadap mereka. Tetapi apabila mereka lebih dahulu menyampaikan tersebut kepada
kita, maka kita dapat membalasnya seperti apa yang dikatakan kepada
kita.
Sebab Islam datang dengan membawa keadilan dan memberikan haknya kepada setiap orang yang memang berhak. Dan, sebagaimana yang sudah diketahui, orang-orang muslim lebih tinggi kedudukan serta martabatnya di sisi Allah. Maka tak selayaknya mereka merendahkan diri kepada
orang-orang non muslim, dengan mengucapkan salam terlebih dahulu.
Kesimpulan jawaban ini dapat saya katakan, “Orang muslim tidak boleh memulai ucapan salam kepada orang-orang non-Muslim. Sebab Nabi Shallallahu alaaihi wa sallam melarang hal itu, disamping hal itu merendahkan martabat orang muslim bila harus mengagungkan orang non-muslim.
Orang muslim lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah. Maka tidak selayaknya dia merendahkan diri dalam hal ini. Tetapi apabila
mereka yang lebih dahulu mengucapkan salam kepada kita, maka kita boleh membalasnya seperti salam yang mereka ucapkan.
Kita juga tidak boleh lebih dulu memberi penghormatan kepada mereka, seperti ucapan ahlan wa sahlan wa marhaban (selamat datang), atau yang serupa dengan itu. Karena hal ini mengagungkan diri mereka seperti halnya salam.
(Sumber : Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Fadhilatisy- Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin.)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjawab :
Mendahului mengucapkan salam kepada orang non muslim adalah haram dan
tidak boleh. Sebab Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata : “Janganlah kamu memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Apabila kamu bertemu mereka disuatu jalan, maka paksalah mereka kepada
jalannya yang paling sempit.”
Tetapi apabila mereka mengucapkan salam
kepada kita, maka kita wajib menjawabnya, yang didasarkan kepada keumuman firman Allah : “Dan apabila diberi penghormatan dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari
padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).” (QS.
An-Nisa’:86).
Orang Yahudi juga pernah mengucapkan salam kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan ucapan: As-Samu ‘alaika ya
Muhammad!” Padahal as-samu artinya kematian. Berarti mereka mendoakan
mati kepada beliau. Lalu beliau berkata : ?”Sesungguhnya orang-orang
Yahudi mengucapkan: ‘As-samu’alikum’. Apabila mereka mengucapkan salam
kepadamu, maka ucapkanlah: Wa’alaikum’.”
Apabila non-Muslim mengucapkan
salam: As-samu’alaikum, maka kita harus membalasnya dengan ucapan: Wa’alaikum. Perkataan beliau: Wa’alaikum”, merupakan dalil bahwa apabila mereka mengucapkan: ‘As-salaamu’alaikum”, yang berarti pada diri mereka ada keselamatan, maka kita juga membalas dengan ucapan yang sama. Maka sebagian ulama berpendapat apabila orang-orang Yahudi dan nasrani mengucapkan secara jelas: “As-salaamu ‘alikum”, maka kita juga boleh
membalas dengan ucapan: “Alaikum salam”.
Juga tidak boleh memulai ucapan: Ahlan wa sahlan atau ucapan lain yang senada kepada mereka. Sebab di dalam ucapan ini terkandung pemuliaan dan pengagungan terhadap mereka. Tetapi apabila mereka lebih dahulu menyampaikan tersebut kepada
kita, maka kita dapat membalasnya seperti apa yang dikatakan kepada
kita.
Sebab Islam datang dengan membawa keadilan dan memberikan haknya kepada setiap orang yang memang berhak. Dan, sebagaimana yang sudah diketahui, orang-orang muslim lebih tinggi kedudukan serta martabatnya di sisi Allah. Maka tak selayaknya mereka merendahkan diri kepada
orang-orang non muslim, dengan mengucapkan salam terlebih dahulu.
Kesimpulan jawaban ini dapat saya katakan, “Orang muslim tidak boleh memulai ucapan salam kepada orang-orang non-Muslim. Sebab Nabi Shallallahu alaaihi wa sallam melarang hal itu, disamping hal itu merendahkan martabat orang muslim bila harus mengagungkan orang non-muslim.
Orang muslim lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah. Maka tidak selayaknya dia merendahkan diri dalam hal ini. Tetapi apabila
mereka yang lebih dahulu mengucapkan salam kepada kita, maka kita boleh membalasnya seperti salam yang mereka ucapkan.
Kita juga tidak boleh lebih dulu memberi penghormatan kepada mereka, seperti ucapan ahlan wa sahlan wa marhaban (selamat datang), atau yang serupa dengan itu. Karena hal ini mengagungkan diri mereka seperti halnya salam.
(Sumber : Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Fadhilatisy- Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin.)
0 comments:
Post a Comment