222
Meraih laitul qadar merupakan dambaan setiap insan muslim. Mengapa demikian? Ya, memang begitu seharusnya seorang muslim, selalu mengharap hidayah, maghfirah serta rahmat Allah.
Bukankah pada malam tersebut terdapat keutamaan-keutamaan yang luar biasa sebagaimana yang Allah jelaskan di dalam Al Qur’an maupun Rasul-Nya terangkan di dalam As Sunnah ? Diantara keutamaan-kutamaannya adalah :
1. Diturunkannya Al Quran pada malam tersebut, ibadah di malam tersebut lebih baik daripada ibadah seribu bulan dan para Malaikat turun pada malam tersebut . (Al Qadr: 1-5)
2. Akan diampuni dosa-dosa bagi siapa saja yang shalat pada malam tersebut. Berdasarkan hadits Rasulullah :
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ له مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa menegakkan shalat pada malam lailatul qadar dalam keadaan iman dan dengan penuh harapan (balasan dari Allah) niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (Muttafaqun ‘Alaihi)
KAPAN MUNCULNYA LAILATUL QADAR ?
Pendapat yang paling kuat dalam masalah ini adalah pendapat jumhur ulama’ bahwa munculnya lailatul qadar pada salah satu malam diantara malam-malam ganjil di sepertiga akhir (10 terakhir) Ramadhan. Dasarnya hadits ‘Aisyah, beliau berkata: ”Dahulu Rasulullah selalu menantinya pada malam-malam akhir di bulan Ramadhan kemudian beliau berkata: “Raihlah lailatul qadar pada malam-malam ganjil di akhir bulan”. (Muttafaqun ‘Alaihi)
Apabila keadaan seorang muslim tidak memungkinkan karena sakit atau yang lainnya, maka jangan sampai luput baginya malam keduapuluh tujuh Ramadhan. Sebagaimana hadits Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda :
اِلْتَمِسُوْهَا فِي الْعَشْرِ اْلأَوَاخِرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَوْ عَجِزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ علَىَ السَّبْعِ الْبَوَاقِى
“Carilah lailatul qadar pada malam sepuluh hari terakhir, jika salah seorang diantara kalian dalam keadaan lemah (tidak mampu) maka jangan sampai luput baginya malam keduapuluh tujuh”. (Muttafaqun ‘Alaihi)
KESUNGGUHAN MENGHIDUPKAN LAILATUL QADAR
Barangsiapa yang terhalangi untuk mendapatkan lailatul qadar yang penuh barokah ini dia telah terhalangi pula dari seluruh kebaikan-kebaikan tesebut. Sehingga sudah seharusnya bagi setiap muslim untuk bersemangat mencari keutamaan malam tersebut sebagaimana hadits Aisyah, beliau berkata: ”Dahulu Rasulullah jika memasuki sepuluh terakhir mulai menjauhi istrinya, menghidupkan malamnya, serta mambangunkan keluarganya pada malam tersebut”. (Muttafaqun ‘Alaihi)
dalam riwayat Muslim: ”Dahulu Rasulullah bersungguh-sungguh (dalam beribadah) pada sepertiga akhir bulan, yang tidak sama kesungguhannya diselain malam-malam tersebut”.
TANDA MUNCULNYA LAILATUL QADAR
Telah diriwayatkan dari Ubay Bin Ka’ab, Rasulullah bersabda:
“Pagi harinya matahari terbit dalam keadaan tidak menyilaukan, seperti halnya bejana yang dari kuningan”. (H.R Muslim),
dalam riwayat yang lainnya dari jalan Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda:
”Lailatul qadar adalah malam yang tenang dan sejuk yang tidak panas maupun dingin serta sinar matahari di pagi harinya tidak menyilaukan”. (HR. Ibnu Khuzaimah dan Al Bazzar)
Dan kita tidak boleh menentukan tanda-tanda lailatul qadar selain dari yang disebutkan di dalam hadits-hadits yang shahih.
DOA YANG DISUNNAHKAN PADA MALAM TERSEBUT
Aisyah bertanya kepada Rasulullah : ”Wahai Rasulullah jika aku mendapati lailatul qadar, do’a apa yang kuucapkan pada malam tersebut?”, Rasulullah berkata :
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبَّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
“Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, mencintai pemaafan, maka maafkanlah aku”. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
* * *
ZAKAT FITRAH
Istilah ”zakat fitrah“ tidak asing lagi bagi telinga kita, karena pada setiap tahunnya kita tak pernah absen untuk menunaikannya.
Apa Hukumnya dan Kepada Siapa Diwajibkan ?
Zakat fitrah merupakan kewajiban bagi seluruh kaum muslimin. Shahabat Abdullah bin Umar berkata:
فَرَضَ رَسُولُ اللَّه زَكاةَ الفِطْرِِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَو صَاعًا من شَعيرٍ على العَبْدِ و الحُرِّ والذّكَرِ والأُنْثَى والصَّغيرِ والكَبيرِ من المُسْلِمين
“Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah berupa satu shaa’ kurma atau gandum bagi budak, orang merdeka, laki-laki, perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari kaum muslimin. (H.R. Al Bukhori no. 1503)
Dengan Apa Seseorang Berzakat dan Berapa Ukurannya ?
Yang dikeluarkan sebagai zakat fitrah adalah bahan makanan pokok suatu daerah. Ukurannya satu shaa’ (? 2 kilo, 40 gram atau 2,04 kg), sebagaimana yang difatwakan oleh Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin (Asy Syarhul Mumti’ juz 6 hal. 176). Dalinya adalah hadits Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata: “Kami di jaman Nabi biasa mengeluarkan zakat fitrah berupa 1 shaa’ makanan, 1 shaa’ kurma, 1 shaa’ gandum, 1 shaa’ kismis“ (Muttafaqun ‘Alaihi),
dalam riwayat yang lain: “atau 1 shaa’ keju”.
Al Imam Ibnul Qoyyim ketika menyebutkan lima jenis bahan makanan di atas berkata:
”Ini semua merupakan mayoritas makanan pokok penduduk Madinah, adapun jika penduduk suatu negeri atau tempat makanan pokoknya selain itu (yang telah disebutkan) maka yang dikeluarkan adalah 1 shaa’ dari makanan pokok mereka itu.(Taudhihul Ahkam juz 3, hal. 78)
Bolehkah Dengan Uang ?
Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz berkata: “Membayar zakat fitrah dengan uang tidak diperbolehkan menurut jumhur ulama’, dan wajib ditunaikan dengan makanan pokok sebagaimana yang telah ditunaikan oleh Nabi dan para shahabatnya”. (Fataawa Ramadhan, hal. 924).
Demikian pula yang difatwakan oleh Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dan Asy Syaikh Sholih Al Fauzan. (Fataawa Ramadhan, hal. 918, 920).
Bukankah uang lebih praktis dan lebih fleksibel pemanfaatannya bagi penerima zakat ?, Uang tidak bisa diqiyaskan dengan jenis-jenis bahan makanan pokok, karena telah ada di jaman Rasulullah mata uang seperti dinar akan tetapi beliau dan para sahabatnya tidak pernah mengeluarkan zakat fitrah dengan mata uang tertentu. Dan merupakan keyakinan kaum muslimin bahwa syari’at ini merupakan hak mutlak dari Allah dan Rasul-Nya, maka Allah-lah yang maha mengetahui hikmah dari syariat-Nya.
Kepada Siapa Disalurkan ?
Zakat fitrah ini disalurkan secara khusus untuk orang-orang fakir miskin. Asy Syaikh Al Albani berkata: ”Belum ada dalam sunnah ‘amaliyyah (amalan nabi) yang menunjukkan tentang pembagian zakat fitrah seperti ini (untuk delapan golangan –red) bahkan sabda beliau dalam hadits Ibnu Abbas:
“ … وَ طُعْمَةً لِلْمَسَاكين “
”…dan sebagai makanan untuk orang-orang miskin“.
menunjukkan pengkhususannya untuk orang-orang miskin. Adapun ayat (At Taubah: 60) berlaku untuk zakat maal (harta) bukan zakat fitrah dengan dasar apa yang terdapat dalam ayat sebelumnya …, pendapat inilah yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan beliau mempunyai fatwa yang sangat bermanfaat dalam hal ini, sebagaimana yang terdapat dalam Majmu’ Fataawa (juz 25, hal. 71-78, red). Pendapat ini pula yang dipegang oleh Asy Syaukani dalam As Sailul Jarror (juz 2, hal. 86-87). Oleh karena itu Ibnul Qoyyim berkata dalam Zaadul Ma’ad (juz 2 hal. 21): ”Merupakan tuntunannya , pengkhususan zakat fitrah untuk orang-orang miskin …“. (Tamamul Minnah hal. 387-388).
Demikian pula yang difatwakan oleh Asy Syaikh Sholih Al Fauzan, Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, dan Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin (Fataawa Ramadhan hal. 920 , 924 ,936).
Kapan Waktu Penunaiannya ?
Waktu penunaiannya adalah sebelum sholat Iedul Fitri, yaitu: sebelum orang-orang berangkat menuju sholat atau sehari dua hari sebelumnya. Dan tidak boleh ditunaikan sesudah sholat Ied. Hal ini berdasarkan beberapa riwayat:
1. Dari Shahabat Abdullah bin Umar Ia berkata:
… وَ أَمَرَ بها أن تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلى الصَّلاَةِ .
”… Dan beliau memerintahkan agar zakat fitrah itu ditunaikan sebelum keluarnya orang-orang menuju sholat Ied. (H.R. Al Bukhori no. 1503)
2. Dari Naafi’ Ia berkata: ”…Dahulu para shahabat Rasulullah menunaikannya sehari atau dua hari sebelum Iedul Fitri“. (H.R. Al Bukhori no. 1511).
3. Dari shahabat Abdullah bin Abbas, Rasulullah bersabda:
… وَ من أَدَّاها بعد الصَّلاةِ فَهِي صَدَقَةٌ مِن الصَّدَقَاتِ
“Barangsiapa menunaikannya sesudah sholat Ied, maka ia sebagai shadaqoh dari shadaqoh-shadaqoh yang ada (tidak terhitung sebagai zakat fitrah -red). (H.R. Abu Dawud).
Adapun bacaan khusus ketika menunaikannya, maka belum pernah ada keterangannya dari Nabi , baik untuk pemberi ataupun penerima. Namun dianjurkan bagi si penerima untuk mendoakan kebaikan bagi si pemberi, berdasarkan QS At Taubah: 103.
Bagaimana Bila Ditunaikan Di Awal Ramadhan ?
Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin berkata: ”Ulama’ berbeda pandapat tentang zakat fitrah yang ditunaikan di awal Ramadhan. Dan pendapat yang rojih (kuat) adalah tidak boleh, karena tidaklah diberi nama dengan zakat fithr kecuali karena terjadi di akhir bulan (menjelang Iedul Fithri). Rasulullah memerintahkan agar ia ditunaikan sebelum keluarnya orang-orang menuju sholat Ied dan para shahabat pun menunaikannya sehari atau dua hari sebelum Ied.” (Fataawa Ramadhan, hal.935).
HADIST-HADIST DHO’IF YANG TERSEBAR DI KALANGAN UMMAT
أَوَّلُ شَهْرِ رَحْمَةٌ وَ أَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَ آخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ
“Awal bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya adalah maghfirah (ampunan), dan akhir bulan adalah pembebasan dari (adzab) an-naar”.
Hadist munkar, karena di dalamnya terdapat dua rawi yang dha’if (lemah), yaitu Sallam bin Sawwar, Ibnu Adi berkata: “Dia adalah munkarul hadits, dan Maslamah bin Ash Shalt, Abu Hatim berkata: ” matrukul hadits. (Lihat Mizanul I’tidal juz 4, hal.109, no. 8523 dan As silsilah Adh Dho’ifah hadits no. 1569)
sumber : mahad-assalafy.com
MERAIH LAILATUL QADAR
Meraih laitul qadar merupakan dambaan setiap insan muslim. Mengapa demikian? Ya, memang begitu seharusnya seorang muslim, selalu mengharap hidayah, maghfirah serta rahmat Allah.
Bukankah pada malam tersebut terdapat keutamaan-keutamaan yang luar biasa sebagaimana yang Allah jelaskan di dalam Al Qur’an maupun Rasul-Nya terangkan di dalam As Sunnah ? Diantara keutamaan-kutamaannya adalah :
1. Diturunkannya Al Quran pada malam tersebut, ibadah di malam tersebut lebih baik daripada ibadah seribu bulan dan para Malaikat turun pada malam tersebut . (Al Qadr: 1-5)
2. Akan diampuni dosa-dosa bagi siapa saja yang shalat pada malam tersebut. Berdasarkan hadits Rasulullah :
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ له مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa menegakkan shalat pada malam lailatul qadar dalam keadaan iman dan dengan penuh harapan (balasan dari Allah) niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (Muttafaqun ‘Alaihi)
KAPAN MUNCULNYA LAILATUL QADAR ?
Pendapat yang paling kuat dalam masalah ini adalah pendapat jumhur ulama’ bahwa munculnya lailatul qadar pada salah satu malam diantara malam-malam ganjil di sepertiga akhir (10 terakhir) Ramadhan. Dasarnya hadits ‘Aisyah, beliau berkata: ”Dahulu Rasulullah selalu menantinya pada malam-malam akhir di bulan Ramadhan kemudian beliau berkata: “Raihlah lailatul qadar pada malam-malam ganjil di akhir bulan”. (Muttafaqun ‘Alaihi)
Apabila keadaan seorang muslim tidak memungkinkan karena sakit atau yang lainnya, maka jangan sampai luput baginya malam keduapuluh tujuh Ramadhan. Sebagaimana hadits Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda :
اِلْتَمِسُوْهَا فِي الْعَشْرِ اْلأَوَاخِرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَوْ عَجِزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ علَىَ السَّبْعِ الْبَوَاقِى
“Carilah lailatul qadar pada malam sepuluh hari terakhir, jika salah seorang diantara kalian dalam keadaan lemah (tidak mampu) maka jangan sampai luput baginya malam keduapuluh tujuh”. (Muttafaqun ‘Alaihi)
KESUNGGUHAN MENGHIDUPKAN LAILATUL QADAR
Barangsiapa yang terhalangi untuk mendapatkan lailatul qadar yang penuh barokah ini dia telah terhalangi pula dari seluruh kebaikan-kebaikan tesebut. Sehingga sudah seharusnya bagi setiap muslim untuk bersemangat mencari keutamaan malam tersebut sebagaimana hadits Aisyah, beliau berkata: ”Dahulu Rasulullah jika memasuki sepuluh terakhir mulai menjauhi istrinya, menghidupkan malamnya, serta mambangunkan keluarganya pada malam tersebut”. (Muttafaqun ‘Alaihi)
dalam riwayat Muslim: ”Dahulu Rasulullah bersungguh-sungguh (dalam beribadah) pada sepertiga akhir bulan, yang tidak sama kesungguhannya diselain malam-malam tersebut”.
TANDA MUNCULNYA LAILATUL QADAR
Telah diriwayatkan dari Ubay Bin Ka’ab, Rasulullah bersabda:
“Pagi harinya matahari terbit dalam keadaan tidak menyilaukan, seperti halnya bejana yang dari kuningan”. (H.R Muslim),
dalam riwayat yang lainnya dari jalan Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda:
”Lailatul qadar adalah malam yang tenang dan sejuk yang tidak panas maupun dingin serta sinar matahari di pagi harinya tidak menyilaukan”. (HR. Ibnu Khuzaimah dan Al Bazzar)
Dan kita tidak boleh menentukan tanda-tanda lailatul qadar selain dari yang disebutkan di dalam hadits-hadits yang shahih.
DOA YANG DISUNNAHKAN PADA MALAM TERSEBUT
Aisyah bertanya kepada Rasulullah : ”Wahai Rasulullah jika aku mendapati lailatul qadar, do’a apa yang kuucapkan pada malam tersebut?”, Rasulullah berkata :
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبَّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
“Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, mencintai pemaafan, maka maafkanlah aku”. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
* * *
ZAKAT FITRAH
Istilah ”zakat fitrah“ tidak asing lagi bagi telinga kita, karena pada setiap tahunnya kita tak pernah absen untuk menunaikannya.
Apa Hukumnya dan Kepada Siapa Diwajibkan ?
Zakat fitrah merupakan kewajiban bagi seluruh kaum muslimin. Shahabat Abdullah bin Umar berkata:
فَرَضَ رَسُولُ اللَّه زَكاةَ الفِطْرِِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَو صَاعًا من شَعيرٍ على العَبْدِ و الحُرِّ والذّكَرِ والأُنْثَى والصَّغيرِ والكَبيرِ من المُسْلِمين
“Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah berupa satu shaa’ kurma atau gandum bagi budak, orang merdeka, laki-laki, perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari kaum muslimin. (H.R. Al Bukhori no. 1503)
Dengan Apa Seseorang Berzakat dan Berapa Ukurannya ?
Yang dikeluarkan sebagai zakat fitrah adalah bahan makanan pokok suatu daerah. Ukurannya satu shaa’ (? 2 kilo, 40 gram atau 2,04 kg), sebagaimana yang difatwakan oleh Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin (Asy Syarhul Mumti’ juz 6 hal. 176). Dalinya adalah hadits Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata: “Kami di jaman Nabi biasa mengeluarkan zakat fitrah berupa 1 shaa’ makanan, 1 shaa’ kurma, 1 shaa’ gandum, 1 shaa’ kismis“ (Muttafaqun ‘Alaihi),
dalam riwayat yang lain: “atau 1 shaa’ keju”.
Al Imam Ibnul Qoyyim ketika menyebutkan lima jenis bahan makanan di atas berkata:
”Ini semua merupakan mayoritas makanan pokok penduduk Madinah, adapun jika penduduk suatu negeri atau tempat makanan pokoknya selain itu (yang telah disebutkan) maka yang dikeluarkan adalah 1 shaa’ dari makanan pokok mereka itu.(Taudhihul Ahkam juz 3, hal. 78)
Bolehkah Dengan Uang ?
Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz berkata: “Membayar zakat fitrah dengan uang tidak diperbolehkan menurut jumhur ulama’, dan wajib ditunaikan dengan makanan pokok sebagaimana yang telah ditunaikan oleh Nabi dan para shahabatnya”. (Fataawa Ramadhan, hal. 924).
Demikian pula yang difatwakan oleh Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dan Asy Syaikh Sholih Al Fauzan. (Fataawa Ramadhan, hal. 918, 920).
Bukankah uang lebih praktis dan lebih fleksibel pemanfaatannya bagi penerima zakat ?, Uang tidak bisa diqiyaskan dengan jenis-jenis bahan makanan pokok, karena telah ada di jaman Rasulullah mata uang seperti dinar akan tetapi beliau dan para sahabatnya tidak pernah mengeluarkan zakat fitrah dengan mata uang tertentu. Dan merupakan keyakinan kaum muslimin bahwa syari’at ini merupakan hak mutlak dari Allah dan Rasul-Nya, maka Allah-lah yang maha mengetahui hikmah dari syariat-Nya.
Kepada Siapa Disalurkan ?
Zakat fitrah ini disalurkan secara khusus untuk orang-orang fakir miskin. Asy Syaikh Al Albani berkata: ”Belum ada dalam sunnah ‘amaliyyah (amalan nabi) yang menunjukkan tentang pembagian zakat fitrah seperti ini (untuk delapan golangan –red) bahkan sabda beliau dalam hadits Ibnu Abbas:
“ … وَ طُعْمَةً لِلْمَسَاكين “
”…dan sebagai makanan untuk orang-orang miskin“.
menunjukkan pengkhususannya untuk orang-orang miskin. Adapun ayat (At Taubah: 60) berlaku untuk zakat maal (harta) bukan zakat fitrah dengan dasar apa yang terdapat dalam ayat sebelumnya …, pendapat inilah yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan beliau mempunyai fatwa yang sangat bermanfaat dalam hal ini, sebagaimana yang terdapat dalam Majmu’ Fataawa (juz 25, hal. 71-78, red). Pendapat ini pula yang dipegang oleh Asy Syaukani dalam As Sailul Jarror (juz 2, hal. 86-87). Oleh karena itu Ibnul Qoyyim berkata dalam Zaadul Ma’ad (juz 2 hal. 21): ”Merupakan tuntunannya , pengkhususan zakat fitrah untuk orang-orang miskin …“. (Tamamul Minnah hal. 387-388).
Demikian pula yang difatwakan oleh Asy Syaikh Sholih Al Fauzan, Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, dan Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin (Fataawa Ramadhan hal. 920 , 924 ,936).
Kapan Waktu Penunaiannya ?
Waktu penunaiannya adalah sebelum sholat Iedul Fitri, yaitu: sebelum orang-orang berangkat menuju sholat atau sehari dua hari sebelumnya. Dan tidak boleh ditunaikan sesudah sholat Ied. Hal ini berdasarkan beberapa riwayat:
1. Dari Shahabat Abdullah bin Umar Ia berkata:
… وَ أَمَرَ بها أن تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلى الصَّلاَةِ .
”… Dan beliau memerintahkan agar zakat fitrah itu ditunaikan sebelum keluarnya orang-orang menuju sholat Ied. (H.R. Al Bukhori no. 1503)
2. Dari Naafi’ Ia berkata: ”…Dahulu para shahabat Rasulullah menunaikannya sehari atau dua hari sebelum Iedul Fitri“. (H.R. Al Bukhori no. 1511).
3. Dari shahabat Abdullah bin Abbas, Rasulullah bersabda:
… وَ من أَدَّاها بعد الصَّلاةِ فَهِي صَدَقَةٌ مِن الصَّدَقَاتِ
“Barangsiapa menunaikannya sesudah sholat Ied, maka ia sebagai shadaqoh dari shadaqoh-shadaqoh yang ada (tidak terhitung sebagai zakat fitrah -red). (H.R. Abu Dawud).
Adapun bacaan khusus ketika menunaikannya, maka belum pernah ada keterangannya dari Nabi , baik untuk pemberi ataupun penerima. Namun dianjurkan bagi si penerima untuk mendoakan kebaikan bagi si pemberi, berdasarkan QS At Taubah: 103.
Bagaimana Bila Ditunaikan Di Awal Ramadhan ?
Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin berkata: ”Ulama’ berbeda pandapat tentang zakat fitrah yang ditunaikan di awal Ramadhan. Dan pendapat yang rojih (kuat) adalah tidak boleh, karena tidaklah diberi nama dengan zakat fithr kecuali karena terjadi di akhir bulan (menjelang Iedul Fithri). Rasulullah memerintahkan agar ia ditunaikan sebelum keluarnya orang-orang menuju sholat Ied dan para shahabat pun menunaikannya sehari atau dua hari sebelum Ied.” (Fataawa Ramadhan, hal.935).
HADIST-HADIST DHO’IF YANG TERSEBAR DI KALANGAN UMMAT
أَوَّلُ شَهْرِ رَحْمَةٌ وَ أَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَ آخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ
“Awal bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya adalah maghfirah (ampunan), dan akhir bulan adalah pembebasan dari (adzab) an-naar”.
Hadist munkar, karena di dalamnya terdapat dua rawi yang dha’if (lemah), yaitu Sallam bin Sawwar, Ibnu Adi berkata: “Dia adalah munkarul hadits, dan Maslamah bin Ash Shalt, Abu Hatim berkata: ” matrukul hadits. (Lihat Mizanul I’tidal juz 4, hal.109, no. 8523 dan As silsilah Adh Dho’ifah hadits no. 1569)
sumber : mahad-assalafy.com
0 comments:
Post a Comment